Senin, 17 Oktober 2011

Lyrics Dream High - Suzy , Wooyoung & Taecyeon , JOO, Kim Soo Hyun

I Dream High nan kkumeul kkujyo
Hindeul ttaemyeon nan nuneul gamgo
Kkumi irweojineun geu sunganeul
Gyesok tteoollimyeo ireonajyo

Duryeoumeui kkeuteseo nan
Oneuldo heundeullijyo
Tteorejilkka bwa naraoreuji mothaneun
Eorin saecheoreom

Jakku naega hal su inna
Nae kkumi irweojilkka
Naeditneun georeum han georeum georeumi dashi
Duryeoweo jil ttaemada

I Dream High nan kkumeul kkujyo
Himdeul ttaemyeon nan nuneul gamgo
Kkumi irweojineun geu sunganeul
Gyesok tteoollimyeo ireonajyo

I can fly high naneun mideoyo
Eonjenganeun jeo haneulwiro
Nalgaereul pyeogo nugubodado
Jayurobge nopi nara oreul geoeyo

Neomeojin nal ireukkyeo jul
Yonggiga phiryohajyo
Meonjireul teolgo dashi ireona tto han beon
Ttwieogal yonggiga

Dashi han beon nareul midgo
Naeui unmyeongeul midgo
Modeun geol geolgo nae kkiboda nopeun byeogeul
Ttwieo neomeulgeoeyo ~Oh

I Dream High nan kkumeul kkujyo ( kkumeul kkujyo )
Himdeul ttaemyeon nan nuneul gamgo
Kkumi irweojineun geu sunganeul
Gyesok tteoollimyeo ( dashi ) ireonajyo ( Oh )

I can fly high naneun mideoyo
Eonjenganeun jeo haneulwiro ( jeo haneulwiro )
Nalgaereul pyeogo nugubodado
Jayurobge nopi ( nan ) nara oreul geoeyo

Dream high a chance to fly high
Apeumdeureun ijen modu da bye bye
Haneure inneun jeo byeoldeul
Cheoreom nopi narabwa ni kkumdeureul
Pyeolchyeo boneun geoya time for you to shine
Ijebuteo shijagiya gotta make ‘em mine

Ni soneuro irweoga mirael duryeoweo hajima
Ijen himkkeot jashinitge georeoga
Destiny sukmyeongiji meomchul su eopneun
Unmyeongi jigeum uri nunape pyeolchyeojiji

Igeon neoreul wihan whole new fantasy
Geureoni ijebuteo yeogi soneul jaba
Urieui mikpyoneun jigeumbuteo hana
Kkumgwa mirae pogi haji anha
Jeolmeum yeoljeong yeogi moduda Dream High

I Dream High nan kkumeul kkujyo ( kkumeul kkujyo )
Himdeul ttaemyeon nan nuneul gamgo ( nuneul gamgo )
Kkumi irweojineun geu sunganeul
Gyesok tteoollimyeo ireonajyo ( Oh )

I can fly high naneun mideoyo ( mideoyo )
Eonjenganeun jeo haneulwiro ( jeo haneulwiro )
Nalgaereul pyeogo nugubodado
Jayurobge nopi nara oreul geoeyo

Rabu, 05 Oktober 2011

naskah drama lutung kasarung

Alkisah, di sebuah kerajaan di tanah Jawa tempo doeloe, hampirlah berlangsung upacara penyerahan Tahta. Raja Tapa Agung merasa cukup uzur untuk memimpin kerajaannya.
EPISODE 1
1. Raja TA : “Aku merasa sudah cukup tua untuk mengurus kerajaan ini. Aku merasa tidak sanggup lagi.
2. Patih : “Raja masih kuat. Raja masih strong. Raja masih ROSA! ROSA!” (kaya iklan Kuku Bima)
3. Raja TA : “Aku sudah mumet memikirkan konflik antara KPK (Komisi Pengamanan Kerajaan) dan FPB (Front Pasukan Berkuda)”.
4. Patih : “Walaupun kasus itu berlarut-larut, jangan membuat Baginda Raja putus asa… Jangan menyerah… Jangan menyerah” (Kaya lagune D’Massive)
5. Raja TA : “Patih, aku tidak memiliki anak laki-laki. Aku memiliki 2 anak putri. Antara Purbararang dan Purbasari, siapa yang pantas yang bisa kuhandalkan, bukan rayuan bukan pujian”
6. Patih : “Tak ada keraguan saya untuk menjawab. Tentu saja Putri Purbasari, dia selalu juara satu di kelasnya, dia juga pandai memasak, dan tidak suka pacaran.
7. Raja : “Kalau putriku Purbararas?”
8. Patih : “Kalau Putri Purbararas, menghawatirkan sekali, sepanjang hari hanya on line, fesbukan terus sepanjang hari. Suka gonta-ganti cowok”
9. Raja : “Okelah kalo beg.. beg.. begitu Patih, panggilkan semua pejabat kerajaan, hari ini juga akan kulangsungkan upacara penyerahan tahta”
Menteri woro-woro mengumumkan ke seluruh penjuru kerajaan.
10. Menwor : “Woro-woro, diumumkan kepada semua pejabat kerajaan. Diharapakan segera memasuki ruang inti Istana Kerajaan! Secepatnya! Tinggalkan segala bentuk On Line! Segeralah! Segeralah!”
11. Raja TA : “Para Pejabat kerajaan yang berbahagia, hari ini aku akan meletakkan tahta kerajaan. Karena … Aku tak sangguuup lagi….” (lagunya ST 12)
12. Patih : “Karena ini adalah keinginan Raja dar hati yang paling dalam, saya harap semuanya memakluminya”
13. Menwor : “Putri Purbasari diharapkan segera mempersiapkan tempat yang telah disediakan”
(semua bengong, karena yang dipanggil adalah Putri Purbasari, bukan Purbararang)
14. Purbasari : “Ayahanda, mengapa saya yang dipanggil, bukannya Mbakyu Purbararang?”
15. Raja TA : “Karena menurut pendapatku dan Patih, kamulah yang layak emnjadi raja, bukan Kakakmu. Ananda, apakah kamu sipa menerima tahta dari Ayahanda?”
16. Purbasari : “IYa Ayahanda, Okelah kalo begitu”
17. Menwor : “Upacara penyerahan tahta akan segera dilaksanakan, Paduka Raja dan Putri di mohon segera mempersiapkan diri”
Upacara penyerahan tahta segera dilangsungkan. Semua rakyat bersorak sorai atas upacara penyerahan tahta tersebut
18. Purbararang : “Hentikan!! Apa-apaan ini? Ayah, kenapa si kecil ini yang menerima tahta, bukan aku. Ayah tidak adil, seharusnya anak pertamalah yang berhak memakai mahkota itu!”
19. Raja TA : “Tidak begitu anakku”
20. Purbararang : “Kerajaan ini pasti akan mendapatkan kutukan, karena tidak menjalankan aturan sebagaimana mestinya.”
21. Purbasari ; “ Iya, ayahanda, seharusnya kakaklah yang menerima tahta ini, bukan aku. Kakaklah yang pantas”
22. Raja TA : “Justru karena kemuliaan hatimu itu aku memilihmu anakku. Kau pasti akan menjadi pemimpin yang baik dan dicintai oleh rakyat nak”
23. Purbasari : “Terima kasih Ayah, ayah terlalu memuji, saya khawatir ayah akan kecewa jika nanti saya tidak sesuai dengan harapan ayah”
24. Purbararang : “Tunggu saj!! Pasti akan tiba saatnya, akan datang kutukan pada kerajaan ini!!”
EPISODE 2
Purbararang mengajak tunangannya Pangeran Indrajaya menemui dukun pellet number wahid Ni Ronde untuk menyingkirkan Purbasari.
25. Purbararang : ‘Kangmas, aku sudah muak dengan Purbasari, aku akan buat perhitungan dengannya”
26. P Ind : “Buat perhitungan? Kamu kan kalah pinter daripada dia?? Masa mau buat perhitungan, jangankan perkalian, tambah-tambahan saja kamu kalah”
27. Purbararang : “Ganteng tapi oon, maksudku, aku akan membuat Purbasari sengsara. Akan ku buat dia menderita”
28. P Ind : “Bagaimana caranya? Kamu ini jangan seperti itu to, sama adik sendiri kok mentolo?”
29. Purbararas : “Salah dia sendiri jadi penggantinya ayah”
30. P Ind : “terus??”
31. Purbararas : “makanya aku ajak kamu kesini”
32. P Ind : “Rumah siapa ini?”
33. Purbararas : “Ni Ronde”
34. P Ind : “Ooo, mau beli wedang ronde saja kok jauh-jauh kesini. Dekat dalan anyar sana kan ada”
35. Purbararas : “Huss, jaga mulutmu, ini rumahnya Ni Ronde, dukun ampuh yang kondang kaloka yang mampu mengatasi segala masalah”
36. P Ind : “Mau cari buntutan?” (ujug-ujug mak bedunduk NI Ronde muncul dengan membawa laptop)
37. Ni Ronde ; “Siapa yang ngomong ngawur tadi?”
38. Purbararas : “maafkan kami mbah, ini calon suami saya, tidak bermaksud menyepelekan Mbah”
39. Ni Ronde : “Hati hati anak muda! Jaga bicaramu! Mulutmu harimaumu!”
40. P Ind : “Nyuwun pangapunten Mbah Rondo, eh Mbah Ronde”
41. Purbararas : “kami kesini mau anu mbah…”
42. Ni ronde : “Aku sudah tahu”
43. Purbararas : ‘Wah, hebat sekali Mbah ini, aku belum bilang apa-apa sudah tau… Wah hebat sekali!!!”
44. Ni Ronde : “Ya jelas, kalian kesini pasti mau anu. Masalahnya, anunya itu apa?”
45. Purbararas : “begini Mbah……” (tampak Purbararas cerita panjang lebar kepada Ni Ronde)
46. Ni Ronde : “Ooooo, gampaang.” (Ni Ronde membuka Laptopnya)
47. P Ind : “apa itu Mbah?”
48. NI Ronde : “katrok, barang kaya gini saja tidak tahu. Jadi anak muda mbok jangan gaptek, yang sudah tua saja tahu kok”
49. Purbararas : “apa bisa Mbah?”
50. Ni Ronde : “Seiring dengan kemajuan jaman, perkembangan Ilmu pengetahuan dan tekhnologi, Dunia perdukunan tidak boleh ketinggalan jaman. Juistru dengan ini, mantarku bisa lebih update”
51. Purbararas : “terserah Mbah saja, bagaimana enaknya”
(NI Ronde tam[pak ngutak-atik laptop dan mak booom)
EPISODE 3
PURBASARI bangun dari tidurnya
52. Purbasari : “TIDAAAAAAK….” (Wajah Purbasari bentol-bentol tak karuan, terjadi kepanikan di keluarga kerajaan. Raja nampak mondar-mandir melihat kejadian aneh menimpa putrinya. Semua pejabat Kerajaan berkumpul)
53. Raja : “Ada apa dengan wajahmu putriku? Padahal selama ini kamu tidak alergi denganapapun. Apa mungkin, kamu salah make up?”
54. Purbasari : “Tidak Ayahanda. Aku juga tidak tahu”
55. Purbararas : “ Pasti ini kutukan. Iya, kutukan, karena Ayahanda tidak mengindahkan peringatan saya kemarin”
56. Raja : “bagaimana Patih?”
57. Patih : “maaf baginda, saya juga tidak tahu. Gerangan apa yang membuat Tuan Putri seperti ini”
58. Purbararas : “kalau tidak segera ditindak lanjuti, ini bisa menimbulkan aib dalam kerajaan ini, dan bisa menyebabkan keruntuhan. Karena kerajaan ini dipimpin oleh seseorang yang buruk rupa. APA KATA DUNIA??”
59. Raja : “Terus?”
60. Purbararas : “Satu-satunya cara hanyalah, ayah harus mencabut keputusan kemarin dan menyerahkan tahta kerajaan ini kepadaku”
61. Raja TA : “Bagaimana Patih?”
62. Patih : “Mungkin itu jalan yang terbaik”
63. Raja TA : “bagaimana dengan Purbasari?”
64. P Ind : “Kalau kita biarkan Putri Purbasari tetap berada di dalam istana ini, bisa-bisa semua keluarga kerajaan dan rakyat tertular virus mematikan yang belum ada antivirusnya itu”
65. Purbararas : “Mungkin, dia terkena flu burung, atau mungkin flu babi…Jadi, kita bakar saja dia”
66. Patih : “Itu terlalu keji. Mungkin, kita bawa dia ketempat yang jauh dari pemukiman penduduk”
67. P Ind : “Diasingkan??”
69. Purbasari : “Ayaah…..’ (menangis tersedu-sedu meratapi nasibnya)
Purbasari kemudian diasingkan ke hutan. Dia diantar oleh Sang Patih. Patih dengan baik hati membuatkan gubuk kecil untuk tempat bereteduh Paaurbasari.
EPISODE 4
70. Patih : “Tuan Putri, maafkan saya, saya tidak bisa berbuat banyak, dan hanya inilah yang dapat saya lakukan untuk membantu Tuan Putri”
71. Purbasari : “Ini semua sudah lebih dari cukup Patih. Terima kasih atas semuanya”
72. Patih : “Tuan Putri, ijinkan saya untuk kembali ke istana. Karena dikejar deadline”
73. Purbasari : “Silahkan Patih”
Patih meninggalkan Purbasari sendirian, awalnya dia merasa kesepian. Waktu berlalu dan berjalan. Dia semakin krasan di hutan itu. Dia memiliki banyak teman, tetapi bukan manusia, tetapi bangsa binatang. Di kerajaan, Purbararas memerintah kerajaan denagn sangat angkuh. Raja TA semakin tua dan sakit-sakitan merasakan penderitaan Putri tercintanya, Purbasari.
Di tempat lain, tepatnya di kahayangan. Ada seorang Dewa muda yang tampan yang bernama Guru Minda telah melakukan kesalahan sehingga dikutuk turun ke bumi oleh Dewa senior. Tetapi tidak dalam wujud manusia, yaitu dalam wujud Lutung. Yang kemudian dipanggil si Utung.
Si Utung bergelayutan kesana-kemari. Hingga pada suatu hari, dia melihat seorang Putri yang tidak begitu cantik sedang mandi di sungai. Dia ngintip.
Waktu Purbasari mandi, selendangnya dicuri Si Utung.
74. Purbasari : “Aduh, siapa ya yang mau mengambilkan selendang itu. apa Si ikan??, dia mana mungkin bisa. Toloong, toloong. Siapa yang mencuri selendangku? Ngaku aja lah. Lagian siapa manusia yang mau menghuni hutan ini kecuali aku. Sayembara-sayembara, siapa yang mengembalikan selendangku, kalau perempuan akan kujadikan saudara, kalau laki-laki, akan kujadikan suami”
Ceritanya jadi ngelantur nich, kok kaya Jaka Tarub aja. Ya udahlah, kita saksikan saja cerita berikutnya.

Tiba-tiba, Si Utung mengembalikan selendang Purbasari.
Waktu berlalu, hubungan antara Purbasari dan si Utung semakin akrab.
Sementara itu, di kerajaan ke angkara murkaan semakin meraja lela. Purbararas semakin bertindak sewenang-wenang. Semua rakyatnya hanya fesbukan sepanjang hari, karena diberlakukan tariff gratis. Pornografi pun merajalela. Kafe mesum berdiri dimana-mana. Semuanya jadi kacau balau. Hal ini menimbulakn kecemasan di hati mantan raja Tapa Agung.

75. Raja TA : “Patih, aku semakin tak mengerti dengan semua yang telah dilakukan oleh Purbararas, kerajaan jadi kacau balau. Oh iya Patih, kamu sudah menjenguk Purbasari belum?”
76. Patih : “Belum Baginda, sejak 2,5 tahun yang lalu”
77. Raja Ta : “Tolong kamu jenguk dia, mungkin dia membutuhkan bantuan”
78. Patih : “Kapan Baginda?”
79. Raja TA : “Tahun depan! Ya sekarang! Dan, bawa pulang”
(akhirnya Patih pun berangkat menjenguk Purbasari.)
Sementara itu ada kejadian tak terduga terjadi di hutan, saat putri mengurai rambutnya. Yang akan segera mandi.
80. Si Utung : “Kasihan sekali gadis itu, ia pasti sangat cantik jika kulitnya tidak bentol-bentol seperti itu. Dan sepertinya, ada yang tidak wajar pada penyakit gadis ini. Aku harus menolongnya”
(Purbasari kemudian menuju sungai untuk mandi, tiba-tiba terdengar suara dari langit)
“Purbasari, sebelum kamu mengerjakan apapun, berdoalah. Sebelum kamu makan, berdoalah. Sebelum kamu bekerja, berdoalah. Sekarang kamu mau mandi, berdoalah. Semoga itu bisa menyembuhkan semua penyakitmu” (Purbasari mencoba mencari darimana asal suara itu, kemudian dia memulai mendi dengan membaca….
81. Purbasari : “Bismillahirrohmaannirrokhim”
Akhirnya keajaiban pun dating, semua bentol-bentol di kulit Purbasari pun amblas, lenyap tiada tersisa… Kecantikan pun terpancar
82. Purbasari : “Alhamdulillah… terima kasih Tuhan…” (kemudian dia menemui Si Utung dan bercanda bersama sebagai wujud rasa syukurnya). Dari kejauhan nampak Patih datang. Patih pun terkejut melihat penampilan baru dari Purbasari.
83. Patih : “Tuan Putri….?? Tuan Putri sudah sembuh sekarang. Tuan Putri cantik sekali hari ini”
84. Purbasari : “Iya Patih. By the way, ada urusan apa Patih datang kesini? Apakah keadaan ayah baik-baik saja? Apakah kedaan kerajaan juga baik-baik saja?”
85. Patih : “Saya datang kesini atas perintah dari Ayahanda Tuan Putri. Beliau sakit-sakitan, beliau sangat mencemaskan Tuan Putri, semenjak Tuan Putri diusir dari kerajaan, beliau sakit-sakitan. Keadaan kerajaan pun kacau balau”
86. Purbasari : “Terus?”
87. Patih : “Baginda berharap, Tuan Putri berkenan untuk kembali lagi ke istana”
88. Purbasari : “Apakah mereka akan menerimaku, terutama kakakku. Sebenarnya aku kerasan disini. Aku juga banyak teman disini. Tetapi, aku kangen banget dengan sate ayam kerajaan. Okelah, aku akan ikut pulang ke istana”
Si Utung pun tertunduk lesu mendengarkan kalimat itu. Dia merasa kecewa.
89. Purbasari : “Kenaap Tung? Kamu kecewa denganku? Tenang, aku akan mengajakmu ke istana. Aku dulu pernah berjanji, siapapun yang mengembalikan selendangku, akan kujadikan pendamping hidupku. Akan kupenuhi janji itu.”
Akhirnya mereka bertiga kembali ke istana. Semua penghuni kerajaan bersorak sorai melihat kepulangan Putri Purbasari dari hutanb belantara.
90. Patih

Putri Purbararang kwawatir posisinya akan terancam. Ia tahu bahwa sebagian besar pejabat istana dan juga warga tidak menyukainya. Mereka dengan senang hati pasti akan memintanya mundur untuk digantikan adiknya. Setelah berpikir sangat keras, akhirnya putri Purbararang meminta untuk diadakan sayembara. Pemenangnya akan menerima tampuk kerajaan sedangkan yang kalah harus dihukum pancung. Prabu Tapa Agung
menyetujuinya. Ia yakin putri bungsunya dapat memenangkan pertandingan. Meskipun begitu, prabu Tapak Agung juga berdoa meminta Tuhan untuk melindungi putri Purbasari. Putri Purbasari termenung mendengar tantangan kakaknya. Ia tahu kakaknya pasti akan menghalalkan segala cara untuk menang.
“Jangan khawatir putri. Kan ada aku!”
Si Utung memberikan semangat. Tibalah hari perlombaan. Kedua putri telah siap berhadapan. Perlombaan pertama adalah memasak. Peraturannya adalah: Masakan yang paling cepat disajikan dan paling lezat adalah yang menang. Dari awal sudah terlihat bahwa kekuatan mereka tidak seimbang. Putri Purbararang dibantu puluhan juru masak istana sementara putri Purbasari hanya ditemani si Utun. Diam-diam tanpa sepengetahuan siapapun si Utung meminta bantuan para bidadari untuk membantu ia dan putri Purbasari. Setelah tanda mulai dibunyikan semua mulai bekerja. Para juru masak yang sudah terbiasa menghidangkan makanan-makanan lezat bekerja sangat cepat. Dalam setengah jam saja hidangan lengkap sudah hampir selesai. Yang mengejutkan adalah putri Purbasari. Meskipun hanya berdua, kecepatan kerja mereka tidak kalah dengan kubu kakaknya. Bahkan hidangan mereka telah siap dihidangkan sebelum setengah jam. Hanya Utung yang matanya bisa melihat puluhan bidadari ikut memotong, mengupas dan meniup api supaya pekerjaan putri Purbasari cepat rampung. Seorang bidadari menaburkan bumbu rahasia kahyangan yang akan melezatkan masakan hingga rasanya tiada tara. Para juri memutuskan putri Purbasari yang memenangkan babak pertama. Putri Purbararang dengan murka segera memecat semua juru masaknya. Merasa tidak puas dengan hasil penilaian juri. Putri Purbararang mengganti semua juri untuk perlombaan babak kedua yaitu panjang rambut.

Purbararang : “Hah, sejak kecil rambutku selalu lebih panjang daripada rambutnya. Awas Purbasari! Kali ini habislah kau!”
Hatinya gemuruh penuh percaya diri. Pertama para pelayan mengurai rambut putri Purbararang dan mengukurnya. “Pas selutut!” teriak pengukur. Rakyat saling bergumam. Sebagian besar mereka mengharapkan kemenangan putri Purbasari. Giliran putri Purbasari yang mengurai rambutnya. Semua menahan nafas ketika pelayan mengukur rambutnya yang berkilau.
“Semata kaki!”
teiaknya lagi. Rakyat bersorai sementara putri Purbararang memerah mukanya. Karena tinggi putri Purbararang dan putri Purbasari sama maka juri menyatakan putri Purbasari kembali menang. Putri Purbararang melemparkan sisirnya dengan kesal. Seharusnya pemenangnya sudah pasti yaitu putri Purbasari. Tapi putri Purbararang berkeras untuk tetap melaksanakan perlombaan ketiga.
Purbararang : “Seorang ratu haruslah memiliki pasangan yang bisa dibanggakan,”
ujarnya seraya melirik pangeran Indrajaya.
Purbararang : “Apa kata Negara tetangga jika suami ratu buruk rupanya.”
Putri Purbasari memerah. Ia tersinggung mendengar sahabatnya dihina. Si Utung menenangkannya.
“Sabar putri! Biarkan ia bahagia sejenak. Nanti kita lihat apakah setelah ini ia bisa tertawa,”
ujarnya. Putri Purbasari berusaha tenang meskipun ia tetap khawatir. Karena lomba ketiga ini adalah menentukan pasangan siapakah yang paling gagah dan tampan. Sudah jelas putri Purbararang ada di atas angin. Pangeran Indrajaya memang sangat gagah dan tampan. Sedangkan putri Purbasari tidak memiliki
pasangan. Selain si Utung tentunya, yang selalu setia menemaninya. Tapi haruskah ia mengakuinya sebagai pasangannya?
“Hei Purbasari, kali ini kau kalah! Semua pasti setuju kalau pasanganku jauuuuh lebih tampan dibanding lutungmu itu hahaha…!”
Putri Purbararang tertawa geli hingga keluar air mata. Tak seorang pun yang ikut tertawa bersamanya. Rakyat tertunduk sedih membayangkan kejadian buruk yang akan menimpa putri Purbasari.
“Tunggu!”
Sebuah suara menghentikan tawa putri Purbararang. Semua mencari asal suara tersebut. Utung berdiri tegak di kedua kakinya. Bulu-bulunya yang hitam dan lebat berkibar ditiup angin. Kelihatannya lucu, tapi tidak ada yang tertawa. Rakyat semakin sedih melihat penampilan si Utung. Dengan tenang Utung menatap putri Purbasari yang juga menatapnya dengan penasaran.
“Putri aku sudah berjanji untuk selalu menolongmu. Tapi kali ini aku tidak bisa menolongmu kecuali....” Utung menggantung kalimatnya.
“Kecuali apa Tung?”
tanya putri Purbasari.
“Kecuali putri menerimaku sebagai pasangan sejatimu!”
Rakyat bergemuruh tidak setuju. Putri Purbararang semakin terkikik geli. Putri Purbasari dengan tenang tersenyum dan menganggukan kepalanya.
“Tidak ada yang lebih pantas menjadi pasanganku selain kamu Tung. Di saat semua memalingkan muka karena jijik melihatku, kau satu-satunya yang mau menemaniku.”
BLARR! Petir menggelegar di siang bolong. Putri Purbasari terpekik histeris. Sontak semua memandang ngeri ke tempat Utung berdiri. Petir itu menyambar tepat ke badan Utung yang langsung dipenuhi asap. Putri masih menjerit-jerit dan menangis berusaha menembus asap tebal yang membungkus Utung, ia terbatuk-batuk. Keajaiban terjadi saat asap tebal perlahan-lahan menipis. Di tempat itu, berdirilah seorang pemuda yang ketampanan dan kegagahannya sulit dilukiskan kata-kata. Rakyat terpana. Putri Purbararang ternganga lebar. Putri Purbasari menatap bingung. Ia masih mencari-sisa-sisa tubuh si Utung. Mana mungkin lenyap begitu saja.
“Siapa yang kau cari putri?”
tanya pemuda itu. Ia tersenyum lebar.
“U..Utung. Dimana dia?”
putri terisak.
“Inilah aku...si Utung!”
katanya menunjuk dirinya.
“Aa..apa? Man..mana mungkin,”
putri tergagap dan semakin bingung.
“Hei pemuda tampan. Jangan main-main. Sebaiknya kau keluar dari lapangan ini. Aku akan segera menghukum pancung Purbasari karena dia telah kalah dalam perlombaan ini!”
teriak putri Purbararang. Pemuda itu tetap berdiri gagah di tengah lapangan, melindungi putri Purbasari dari jangkauan putri Purbararang.
“Baiklah aku perkenalkan diriku!”
katanya.
“Namaku Guru Minda. Saya adalah seorang dewa yang sedang dihukum dan diperintahkan untuk turun ke bumi. Kutukan itu akan luntur jika ada seorang gadis yang benar-benar tulus menerimaku sebagai pasangan sejatinya.”
Guru Minda berpaling kepada rakyat yang masih terpana memandangnya.
“Nah sekarang pilihlah siapakah yang lebih tampan dan gagah. Apakah pangeran Indrajaya atau aku?”
Serentak rakyat menyerukan namanya dan menunjuknya. Artinya putri Purbasari memenangkan ketiga lomba tersebut. Putri Purbararang kalah. Rakyat berseru-seru meminta putri Purbararang dihukum pancung. Putri Purbararang terduduk lemas. Ia menangis menyesali kesombongannya. Disadarinya saat ia benar-benar tersudut, tak ada seorang pun yang sudi menolongnya. Benarkah? Ternyata tidak. Putri Purbasari berlutu di hadapannya dan memeluknya erat.
“Aku tidak akan menghukum kakakku sendiri. Kakak boleh tetap menjadi ratu asalkan kakak berjanji akan memimpin rakyat dengan sebaik-baiknya,”
ucapnya lembut. Putri Purbararang begitu tersentuh dengan kebaikan hati adiknya.
“Kau memang sangat baik hati. Setelah semua kejahatan yang aku lakukan, kau dengan mudah memaafkanku. Kaulah yang seharusnya menjadi ratu. Aku Sekarang sadar mahkota ini lebih pantas berada di kepalamu. Maafkan aku!”
Istana begitu gemerlap hari itu. Penobatan ratu baru berlangsung meriah namun khidmat. Hari itu juga dilangsungkan pernikahan putri Purbasari dan Guru Minda. Semua senang, semua bahagia. Dan kisah ini pun berakhir bahagia.

lutung kasarung

Cerita Rakyat - Lutung Kasarung bisa diibaratkan seperti cerita Beauty and the beast. folklore ini cerita turun temurun di wilayah Jawa Barat. Ada dua Lutung Kasarung versi yang pertama adalah Guruminda, putra Sunan Ambu dari kahyangan dan yang kedua Raden Kamandaka Putra Prabu Siliwangi. Di sini saya akan mengetengahkan versi Guruminda karena merupakan kisah klasik-nya. Selamat menikmati.. :)

Dahulu ada seorang raja yang adil dan bijaksana Prabu Tapa Agung namanya. Beliau dianugrahi tujuh orang putri. Berturut-turut mereka itu adalah Purbararang, Purbadewata, Purbaendah, Purbakancana, Purbamanik, Purbaleuih, dan si bungsu Purbasari. Ketujuh putri itu sudah menikah remaja dan semuanya cantik-cantik. Yang paling cantik dan paling manis budinya adalah Purbasari. Ia menjadi buah hati seluruh rakyat Kerajaan Pasir Batang.

Putri sulung Purbararang sudah bertunangan dengan Raden Indrajaya, putra salah seorang mentri kerajaan. Kepada Purbararang dan Indrajayalah seharusnya Prabu Tapa Agung dapat mempercayakan kerajaan. Akan tetapi, walaupun beliau sudah lanjut usia dan sudah waktunya turun tahta, beliau belum leluasa untuk menyerahkan mahkota. Karena, baik Purbararang maupun Indrajaya belum dapat beliau percaya sepenuhnya.

Sang Prabu merasa sebagai putri sulung, Perangai Purbararang tidak sesuai dengan yang diharapkan dari seorang pemimpin kerajaan. Purbararang mempunyai sifat angkuh dan kejam, sedangkan Indrajaya adalah seorang pesolek. Bangsawan muda itu akan lebih banyak memikirkan pakaian dan perhiasan dirinya daripada mengurus keamanan dan kesejahteraan rakyat kerajaan.

Menghadapi masalah seperti itu, Prabu Tapa Agung sering bermuram durja. Demikian pula permaisurinya, ibunda ketujuh putri itu. Mereka sering membicarakan masalah itu, tetapi tidak ada jalan keluar yang ditemukan.

Namun, kiranya kerisauan dan kebingungan raja yang baik itu diketahui oleh Sunan Ambu yang bersemayam di kahyangan atau Buana Pada. Pada suatu malam, ketika Prabu Tapa Agung tidur, beliau bermimpi. Di dalam mimpinya itu Sunan Ambu berkata, “Wahai Raja yang baik, janganlah risau. Sudah saatnya kamu beristirahat. Tinggalkanlah istana. Tinggalkanlah tahta kepada putri bungsu Purbasari. Laksanakanlah keinginanmu untuk jadi pertapa.”

Setelah beliau bangun, hilanglah kerisauan beliau. Petunjuk dari khayangan itu benar-benar melegakan hati beliau dan permaisuri.

Keesokan harinya sang Prabu mengumpulkan ketujuh putri beliau, pembantu, penasehat beliau yang setia, yaitu Uwak Batara Lengser, patih, para menteri dan pembesar-pembesar kerajaan lainnya.

Beliau menyampaikan perintah Sunan Ambu dari Kahyangan bahwa sudah saatnya beliau turun tahta dan menyerahkan kerajaan kepada Putri Purbasari.

Berita itu diterima dengan gembira oleh kebanyakan isi istana, kecuali oeh Purbararang dan Indrajaya. Mereka pura-pura setuju, walaupun didalam hati mereka marah dan mulai mencari akal bagaimana merebut tahta dari Purbasari.

Akal itu segera mereka dapatkan. Sehari setelah ayah bunda mereka tidak berada di istana, Purbararang dengan bantuan Indrajaya menyemburkan boreh, yaitu zat berwara hitam yang dibuat dari tumbuh-tumbuhan, ke wajah dan badan Purbasari.

Akibatnya Purbasari menjadi hitam kelam dan orang Pasir Batang tidak mengenalinya lagi. Itulah sebabnya putri bungsu itu tidak ada yang menolong ketika diusir dari istana.

Tak ada yang percaya ketika dia mengatakan bahwa ia Purbasari, Ratu Pasir Batang yang baru. Di samping itu, mereka yang tahu dan menduga bahwa gadis hitam kelam itu adalah Purbasari, tidak berani pula menolong.

Mereka takut akan Purbararang yang terkenal kejam. Bahkan Uwak Batara Lengser tidak berdaya mencegah tindakan Purbararang itu.

Ketika ia disuruh membawa Purbasari ke hutan, ia menurut. Akan tetapi setiba di hutan, Uwak Batara Lengser membuatkan gubuk yang kuat bagi putri bungsu itu. Ia pun menasehatinya dengan kata-kata lembut, “Tuan Putri bersabarlah. Jadikanlah pembuangan ini sebagai kesempatan bertapa untuk memohon perlindungan dan kasih sayang para penghuni kahyangan. “Nasehat Uwak Batara Lengser itu mengurangi kesedihan Putri Purbasari. Ia setuju bahwa ia akan melakukan tapa. “Bagus, Tuan Putri. Janganlah khawatir, Uwak akan sering datang kesini menengok dan mengirim persediaan.”

Selagi didunia atau Buana Panca Ttengah terjadi peristiwa pengusiran dan pembuangan Purbasari kedalam hutan, di Kahyangan atau Buana Pada terjadi peristiwa lain.

Berhari-hari Sunan Ambu gelisah karena putranya Guruminda tidak muncul. Maka Sunan Ambu pun meminta para penghuni kahyangan baik pria maupun wanita untuk mencarinya.

Tidak lama kemudian seorang pujangga datang dan memberitakan bahwa Guruminda berada ditaman Kahyangan. Ditambahkan bahwa Guruminda tampak bermuram durja. Sunan Ambu meminta kepada pelayan kahyangan agar Guruminda dipanggil, diminta menghadap.

Agak lama Guruminda tidak memenuhi panggilan itu sehingga ia dipanggil kembali. Akhirnya dia muncul dihadapan ibundanya, Sunan Ambu.

Akan tetapi, ia bertingkah laku lain dari pada biasanya. Ia terus menunduk seakan-akan malu memandang wajah ibunya sendiri. Namun, kalau Sunan Ambu sedang tidak melihat, ia mencuri-curi pandang.

“Guruminda, anakku, apakah yang kau sedihkan?Ceritalah kepada Ibu,” ujar Sunan Ambu dengan lembut dan penuh kasih sayang. Guruminda tidak menjawab. Demikian pula ketika Sunan Ambu mengulang pertanyaan beliau. Karena Sunan Ambu seorang wanita yang arif, beliau segera menyadari apa yang terjadi dengan putranya.

Beliau berkata, “Ibu sadar, sekarang kau sudah remaja. Usiamu tujuh belas tahun. Adakah bidadari yang menarik hatimu. Katakanlah pada Ibu siapa dia. Nanti Ibu akan memperkenalkanmu kepadanya.” Untuk beberapa lama Guruminda diam saja. “Guruminda, berkatalah, “ujar Sunan Ambu.

Guruminda pun berkata, walaupun perlahan-lahan sekali, “Saya tidak ingin diperkenalkan dengan bidadari manapun, kecuali yang secantik Ibunda,” katanya.

Mendengar perkataan putranya itu Sunan Ambu terkejut. Akan tetapi, sebagai wanita yang arif beliau tidak kehilangan akal apalagi marah. Beliau arif bahwa putranya sedang menghadapi persoalan. Beliau pun berkata, “Guruminda, gadis yang serupa dengan Ibunda tidak ada di Buana Pada ini. Ia berada di Buana Panca Tengah. Pergilah kamu ke sana. Akan tetapi tidak sebagai Guruminda. Kamu harus menyamar sebagai seekor kera atau lutung.”

Setelah Sunan Ambu berkata begitu, berubahlah Guruminda menjadi seekor kera atau lutung. “Pergilah anakku, ke Buana Panca Tengah, kasih sayangku akan selalu bersamamu. Kini namamu Lutung Kasarung.”

Guruminda sangat terkejut dan sedih ketika menyadari bahwa dia sudah menjadi lutung. Ia beranggapan bahwa ia telah dihukum oleh Ibunda Sunan Ambu karena kelancangannya. Ia cuma menunduk. “Pergilah, Anakku. Gadis, itu menunggu disana dan memerlukan bantuanmu.” ujar Sunan Ambu pula.

Guruminda sadar bahwa menjadi lutung adalah sudah nasibnya dan ia pun mengundurkan diri dari hadapan ibundanya. Dengan harapan akan bertemu gadis yang serupa dengan ibundanya, ia meninggalkan Buana Pada. Ia melompat dari awan ke awan hingga akhirnya tiba di bumi. Guruminda mencari tempat yang cocok untuk turun. Ketika melihat sebuah hutan, ia pun melompat ke bumi. Ia melompat dari pohon ke pohon. Lutung-lutung dan monyet-monyet mengelilinginya. Karena mereka menyadari bahwa Guruminda, yang berganti nama menjadi Lutung Kasarung, lebih besar dan cerdas, mereka menerimanya sebagai pemimpin. Demikianlah Lutung Kasarung mengembara di dalam hutan belantara, mencari gadis yang sama cantiknya dengan ibunda Sunan Ambu.

Tersebutlah di kerajaan Pasir Batang, Ratu Purbararang hendak melaksanakan upacara. Dalam upacara itu diperlukan kurban binatang. Ratu Purbararang memanggil Aki Panyumpit. “Aki!” katanya, “Tangkaplah seekor hewan untuk dijadikan kurban dalam upacara. Kalau kamu tidak mendapatkannya nanti siang, kamu sendiri jadi gantinya.”

Dengan ketakutan yang luar biasa Aki Panyumpit tergesa-gesa masuk hutan belantara. Akan tetapi, tidak seekor bajingpun ia temukan. Binatang-binatang sudah diberi tahu oleh Lutung Kasarung agar bersembunyi. Lalu, berjalanlah Aki Panyumpit kian kemari di dalam hutan itu hingga kelelahan.

Ia pun duduk dibawah pohon dan menangis karena putus asa. Pada saat itulah Lutung Kasarung turun dari pohon dan duduk dihadapan Aki Panyumpit. Aki Panyumpit segera mengambil sumpitnya dan membidik kearah Lutung Kasarung.

Namun Lutung Kasarung berkata, “Janganlah menyumpit saya karena saya tidak akan mengganggumu. Saya datang kesini karena melihat kakek bersedih.”

Aki Panyumpit terkejut mendengar lutung dapat berbicara. “Mengapa kakek bersedih?” tanya Lutung Kasarung.
Ditanya demikian, Aki Panyumpit menceritakan apa yang dialaminya. “Kalau begitu bawalah saya ke istana,kakek,” ujar Lutung Kasarung.

“Tetapi kamu akan dijadikan kurban!” kata Aki Panyumpit yang menyukai Lutung Kasarung.
“Saya tidak rela kamu dijadikan kurban,” lanjut Aki Pannyumpit.
“Tetapi kalau kakek tidak berhasil membawa hewan, kakek sendiri yang akan disembelih sebagai kurban,” jawab Lutung Kasarung.

Aki Panyumpit tidak dapat berkata-kata lagi karena bingung.
“Oleh karena itu, bawalah saya ke istana. Janganlah khawatir,” Kata Lutung Kasarung.

“Baiklah, kalau begitu”, kata Aki Panyumpit. Mereka pun keluar dari hutan menuju kerajaan Pasir Batang.

Setiba di alun-alun kerajaan, beberapa prajurit memegang dan mengikat Lutung Kasarung. Prajurit lain mengasah pisau untuk menyembelihnya.

Lutung Kasarung yang sudah di ikat dibawa ketengah alun-alun. Di sana Purbararang dan Indrajaya serta para pembesar kerajaan sudah hadir. Demikian pula lima putri adik-adik Purbararang.

Saat itu segala perlengkapaan upacara sudah disiapkan. Seorang pendeta sudah mulai menyalakan kemenyan dan berdoa. Seorang prajurit dengan pisau yang sangat tajam berjalan akan melaksanakan tugasnya. Ia memegang kepala Lutung Kasarung. Akan tetapi, tiba-tiba Lutung Kasarung menggeliat.

Tambang-tambang ijuk yang mengikat tubuhnya satu persatu mulai putus dan kemudian Ia pun bebas. Ia lalu memporak-porandakan perlengkapan upacara. Para putri dan wanita-wanita bangsawan menjerit ketakutan. Para prajurit mencabut senjata dan berusaha membunuh Lutung Kasarung. Namun, tidak seorang pun sanggup mendekatinya.

Lutung Kasarung sangat lincah dan tangkas. Ia melompat- lompat kesana kemari, di tengah-tengah hadirin yang berlari menyelamatkan diri.

Lutung Kasarung sengaja merusak barang-barang dan perlengkapan. Di melompat ke panggung tempat para putri menenun dan merusak perlengkapan tenun.

Setelah hadirin melarikan diri dan prajurit-prajurit kelelahan, Lutung Kasarung duduk di atas benteng yang mengelilingi halaman dalam istana .

Dari dalam istana, Purbararang dan adik-adiknya memandanginya dengan keheranan dan ketakutan. Indrajaya ada pula disana, ikut sembunyi dengan putri-putri dan para wanita.

Purbararang kemudian menjadi marah, “Bunuh! Ayo bunuh lutung itu!” teriaknya. Beberapa orang prajurit maju akan mengepung Lutung Kasarung lagi. Akan tetapi, Lutung Kasarung segera menyerang mereka dan membuat mereka lari ketakutan ke berbagai arah.

Uwak Batara Lengser adalah orang tua yang bijaksana, walaupun sudah tua tetap gagah berani. Ia berjalan menuju Lutung Kasarung dan berdiri di dekatnya. Ternyata, Lutung Kasarung tidak memperlihatkan sikap permusuhan kepadanya. “Kemarilah Lutung, janganlah kamu nakal dan menakut-nakuti orang, kamu anak yang baik.”

Pada saat itu beberapa orang prajurit mencoba menyergap Lutung Kasarung. Namun, Lutung Kasarung selalu waspada. Ia menyerang balik, mencakar, dan menggigit mereka. Mereka tunggang langgang melarikan diri dan tidak berani muncul kembali. Setelah itu Lutung Kasarung kembali kepada Uwak Batara Lengser dan seperti seorang anak yang baik, duduk didekat kaki orang tua itu.

Purbararang yang melihat pemandangan itu dari jauh, timbul niat jahatnya. Lutung yang besar dan jahat itu sebaiknya dikirim kehutan tempat Purbasari berada, pikirnya. Kalau Purbasari tewas diterkam lutung itu, maka ia akan tenang menduduki tahta Kerajaan Pasir Batang. Cara mengirim lutung itu tampaknya dapat dilaksanakan melalui Uwak Batara Lengser karena lutung itu tidak memperlihatkan sikap permusuhan terhadap Uwak Batara Lengser.

Berkatalah Purbararang kepada Uwak Batara Lengser, meminta orang tua itu mendekat. Orang tua itu menurut, “Uwak Batara Lengser, singkirkan lutung galak itu kehutan. Tempatkan bersama Purbasari. Kalau sudah jinak, kita kurbankan nanti.” Uwak Batara Lengser tahu maksud Purbararang, tetapi ia menurut saja. Ia pun tidak yakin apakah lutung itu akan mencederai Purbasaari. Ia melihat sesuatu yang aneh pada lutung itu. Itulah sebabnya ia mengulurkan tangan pada lutung itu sambil berkata, “Marilah kita pergi, lutung. Kamu saya bawa ketempat yang lebih cocok bagimu.” Lutung itu menurut. Uwak Batara Lengser pun menuntunnya meninggalkan tempat itu dan menuju ke hutan.

Sampai di hutan, Uwak Batara Lengser berseru kepada Purbasari memberitahukan kedatangannya. Purbasari keluar dari gubuk dengan gembira. Lutung Kasarung melihat seorang gadis yang kulitnya hitam kelam di celup boreh. Ia tertegun sejenak sehingga Uwak Batara Lengser berkata kepadanya, “Itu Putri Purbasari. Ia gadis yang manis dan baik hati. Kamu harus menjaganya.”

“Ya,” kata Lutung Kasarung.

Uwak Batara Lengser dan Purbasari keheranan. Akan tetapi, Uwak Batara Lengser berkata, “Semoga kedatanganmu ke Pasir Batang dikirim Kahyangan untuk kebaikan semua.”

Setelah Uwak Batara Lengser pergi, Lutung Kasarung meminta bantuan kawan-kawannya untuk mengumpulkan buah-buahan dan bunga-bungaan untuk Purbasari. Putri itu benar-benar terhibur dalam kesedihannya. Ia pun tidak kesunyian lagi. Bukan saja Lutung Kasarung selalu ada didekatnya, tetapi binatang-binatang lain seperti rusa, bajing, dan burung-burung berbagai jenis, berkumpul dekat gubuknya.

Ketika malam tiba, Lutung Kasarung berdoa, memohon kepada Ibunda Sunan Ambu agar membantunya. Sunan Ambu mendengar doanya dan memerintahkan kepada beberapa orang pujangga dan pohaci agar turun ke bumi untuk membantu Lutung Kasarung.

Ketika para pujangga tiba dihutan itu, Lutung Kasarung meminta kepada mereka agar dibuatkan tempat mandi bagi Purbasari. Para pujangga yang sakti itu membantu Lutung Kasarung membuat jamban salaka, tempat mandi dengan pancuran emas dan lantai serta dinding pualam. Airnya dialirkan dari mata air yang jernih yang ditampung dulu dalam telaga kecil. Ke dalam telaga kecil itu ditaburkan berbagai bunga-bungaan yang wangi. Sementara itu para pohaci menyiapkan pakaian bagi Purbasari. Pakaian itu bahannya dari awan dan warnanya dari pelangi. Tak ada pakaian seindah itu di bumi.

Keesokan harinya Purbasari sangat terkejut melihat Jamban Salaka itu. Akan tetapi, Lutung Kasarung mengatakan kapadanya bahwa ia tidak perlu heran. Kabaikan hati Purbasari telah menimbulkan kasih sayang Kahyangan kepadanya.

“Jamban Salaka dan pakaian yang tersedia di dalamnya adalah hadiah dari Buana Pada bagi Tuan Putri,” kata Lutung Kasarung

“Kau sendiri adalah hadiah dari Buana Pada bagiku, Lutung,” kata Purbasari, lalu memasuki Jamban Salaka. Ternyata, air di Jamban Salaka memiliki khasiat yang tidak ada pada air biasa dipergunakan Purbasari.

Ketika air itu dibilaskan, hanyutlah boreh dari kulit Purbasari. Kulitnya yang kuning langsat muncul kembali bahkan lebih cemerlang. Dalam kegembiraannya, Purbasari tidak putus-putusnya mengucapkan syukur kepada Kahyangan yang telah mengasihinya.

Selesai mandi, ia mengambil pakaian buatan para pohaci. Ia terpesona oleh keindahan pakaian yang dilengkapi perhiasan-perhiasan yang indah. Ia pun segera mengenakannya, lalu keluar dari Jamban Salaka. ‘Lutung lihatlah!. Apakah pakaian ini cocok bagiku?”

Lutung Kasarung sendiri terpesona. Dalam hatinya ia berkata, “Putri Purbasari, engkau seperti kembaran Ibunda Sunan Ambu, hanya jauh lebih muda.”

“Lutung, pantaskah pakaian ini bagiku?” tanya Purbasari pula.

Para pohaci mencocokkannya bagi tuan putri,” jawab Lutung Kasarung seraya bersyukur dalam hatinya dan memuji kebijaksanaan Ibunda Sunan Ambu.

Peristiwa didalam hutan itu akhirnya terdengar oleh Purbararang. Rakyat Kerajaan Pasir Batang yang biasa mencari buah-buahan atau berburu kehutan membawa kabar aneh. Mereka bercerita tentang hutan yang berubah menjadi taman, tentang gubuk gadis hitam yang berubah menjadi istana kecil, tentang tempat mandi yang sangat indah, dan pimpinan seekor lutung yang sangat besar. Seekor lutung besar menyebabkan mereka tidak berani memasuki taman itu.

Kabar aneh itu sampai juga ke telinga Purbararang. Ia menduga ada bangsawan-bangsawan Pasir Batang yang diam-diam membantu Purbasari. Ia pun menjadi marah dan berpikir mencari jalan untuk mencelakakan Purbasari. Ia segera menemukan jalan untuk mecelakakan adik bungsunya itu.

Purbararang berpendapat bahwa para bangsawan Pasir Batang yang berpihak pada Purbasari tidak akan berani membantu adiknya itu secara terang-terangan. Oleh karena itu, Purbasari harus ditantang dalam pertandingan terbuka.

Para bangsawan dapat membuatkan Purbasari taman, istana kecil, dan Jamban Salaka. Itu mereka lakukan sembunyi-sembunyi dalam waktu yang lama, pikir Purbararang. Kalau Purbasari diharuskan membuat huma dalam satu hari seluas lima ratus depa, tak ada yang berani atau dapat membantunya. Ia sendiri dengan mudah akan dapat membuka huma ribuan depa dengan bantuan para prajurit.

Maka ia pun memanggil Uwak Batara Lengser dan berkata, “Uwak, berangkatlah ke hutan. Sampaikan pada Purbasari bahwa saya menantangnya berlomba membuat huma. Purbasari harus membuat huma seluas lima ratus depa dan harus selesai sebelum fajar besok. Kalau tidak dapat menyelesaikannya, atau tidak dapat mendahului saya maka ia akan dihukum pancung.”

Uwak Batara Lengser segera pergi kehutan. Ia disambut oleh Purbasari dan Lutung Kasarung. Ketika mendengar berita yang menakutkan itu, Purbasari pun menangis. ‘Kalau nasib saya harus mati muda, saya rela. Yang menyebabkan saya menangis adalah tindakan kakanda Purbararang. Begitu besarkah kebenciannya kepada saya?”

Lutung Kasarung berkata, “Jangan khawatir Tuan Putri, Kahiangan tidak akan melupakan orang yang tidak bersalah.”

Sementara ketiga sahabat itu sedang berbicara didalam hutan, Purbararang tidak menyia-nyiakan waktu. Ia memanggil seratus orang prajurit dan memerintahkan agar mereka membuka hutan untuk huma didekat tempat tinggal Purbasari. Huma harus selesai keesokan harinya. Kalau tidak selesai, para prajurit itu akan dihukum pancung. Para prajurit yang ketakutan segera berangkat ke hutan dan langsung bekerja keras membuka hutan. Mereka terus bekerja walaupun malam turun dan mulai gelap. Mereka terpaksa menggunakan obor yang banyak jumlahnya.

Sementara itu Lutung Kasarung mempersilahkan Purbasari masuk kedalam istana kcilnya untuk beristirahat. “Serahkanlah pekerjaan membuat huma itu kepada saya, Tuan Putri,’ katanya.

Ketika Purbasari sudah masuk kedalam istana kecilnya, Lutung Kasarung segera berdoa, memohon bantuan Ibunda Sunan Ambu dari Buana Pada. Doanya didengar dan Sunan Ambu mengutus empat puluh orang pujangga untuk membuat huma. Lahan yang dipilih adalah sebidang huma yag sudah terbuka dan cocok untuk ditanami padi. Huma itu letaknya tidak jauh dari hutan yang sedang dibuka oleh prajurit-prajurit Pasir Batang.

Keesokan harinya ketika matahari terbit, berangkatlah rombongan dari istana Pasir Batang menuju hutan. Purbararang duduk diatas tandu yang dihiasi sutra dan permata yang gemerlapan. Sementara itu tunangannya, Indrajaya, menunggang kuda di sampingnya. Lima orang putri bersaudara ada pula dalam rombongan bersama sejumlah bangsawan. Ratusan prajurit mengawal. Tak ketinggalan seorang algojo dengan kapak besarnya. Purbararang yakin bahwa hari itu ia akan dapat menghukum pancung adiknya, Purbasari. Akan tetapi, ia dan rombongan terkejut sebab disamping huma yang dibuka para prajurit telah ada pula huma lain yang lebih bagus.

Di tengah huma itu berdiri Uwak Batara Lengser dan Lutung Kasarung. “Gusti Ratu,” kata Uwak Batara Lengser, “Inilah huma Putri Purbasari.”

Purbararang benar-benar kecewa, malu,dan marah. Ia berteriak, “Baik, tetapi sekarang saya menantang Purbasari bertanding kecantikan denganku. Kalian yang menilai,” katanya seraya berpaling pada khalayak.

Purbararang menyangka Purbasari masih hitam kelam karena boreh. “Uwak, suruh dia keluar dari rumahnya!”

Uwak Batara Lengser mempersilahkan Purbasari keluar dari istana kecilnya. Purbasari muncul dan orang-orang memadangnya dengan takjub. Banyak yang lupa bernapas dan berkedip. Banyak pula yang lupa menutup mulutnya.

Begitu cantiknya Purbasari sehingga seorang bangsawan berkata, “Saya seakan-akan melihat Sunan Ambu turun ke Bumi.”

Melihat hal itu mula-mula Purbararang kecut. Akan tetapi dia ingat, bahwa dia masih punya harapan untuk menang. Ia berteriak, “Purbasari, marilah kita bertanding rambut. Siapa yang lebih panjang, dia menang. Lepas sanggulmu!” Sambil berkata begitu Purbararang berdiri dan melepas sanggulnya. Rambutnya yang hitam dan lebat terurai hingga kepertengahan betisnya.

Purbasari terpaksa menurut. Ia pun melepas sanggulnya. Rambutnya yang hitam berkilat dan halus bagai sutra bergelombang bagaikan air terjun hingga ketumitnya. Purbararang terpukul kembali. Akan tetapi, dia tidak kehabisan akal. Ia ingat bahwa ia mempunyai pinggang yang sangat ramping.. Ia berkata, “Lihat semua. Ikat pinggang yang kupakai ini bersisa lima lubang. Kalau Purbasari menyisakan kurang dari lima lubang, ia dihukum pancung.” Seraya berkata begitu ia melepas ikat pinggang emas bertahta permata dan melemparkannya kepada Purbasari. Purbasari memakainya dan ternyata tersisa tujuh lubang
.
Sekarang Purbararang menjadi kalap. Ia berteriak, “Hai orang-orang Pasir Batang, masih ada satu pertandingan yang tidak mungkin dimenangkan oleh Purbasari. Pertandingan apa itu? Coba tebak!” katanya seraya melihat wajah-wajah bangsawan Pasir Batang yang berdiri didekatnya. Ia tertawa karena yakin ia akan menang dalam pertandingan terakhir ini.

“Pertandingan apa, Kakanda?” kata salah seorang di antara adiknya.

Purbararang tersenyum. “Dengarkan!” katanya pula, “Dalam pertandingan ini kalian harus membandingkan siapa di antara calon suami kami yang lebih tampan. Lihat kepada tunangan saya, Indrajaya. Bagaimana pendapat kalian? Tampankah ia?”

Untuk beberapa lama tidak ada yang menjawab. Mereka bingung dan terkejut. Purbararang membentak, “Jawab! Tampankah dia?” Orang-orang menjawab, “Tampan, Gusti Ratu!” Purbararang tidak puas, “Lebih nyaring!”

“Tampan Gusti Ratu!”

Sambil tersenyum Purbararang melihat kearah Purbasari yang berdiri dekat Uwak Batara Lengser dan Lutung Kasarung. “Dengarkanlah, Purbasari. Sekarang kamu tidak bisa lolos. Kita akan bertanding membandingkan ketampanan calon suami. Calon suamiku adalah Indrajaya yang tampan dan gagah itu. Siapakah calon suamimu itu?” Purbasari kebingungan. “Siapa lagi calon suamimu kecuali lutung besar itu?” teriak Purbararang seraya menunjuk ke arah Lutung Kasarung. Lalu ia tertawa.

Purbasari terdiam. Ia memandang ke arah Lutung Kasarung. Semuanya terdiam. Algojo melangkah ke arah Purbasari seraya memutar-mutar kapaknya yang lebar dan tebal. Seraya memandang ke arah Lutung Kasarung dan sambil tersenyum sayu Purbasari berkata, “Memang seharusnya kamu menjadi calon suamiku, Lutung.”

Mendengar apa yang diucapkan Purbasari itu gembiralah Purbararang. Sekarang ia dapat membinasakan Purbasari. Akan tetapi, sesuatu terjadi. Mendengar perkataan Purbasari itu, Lutung Kasarung berubah, kembali ke asalnya sebagai Guruminda yang gagah dan tampan. Semua terheran-heran dan terpesona oleh ketampanan Guruminda. Guruminda sendiri memegang tangan Purbasari dan berkata, “Ratu kalian yang sebenarnya, Purbasari, telah mengatakan bahwa saya sudah seharusnya menjadi calon suaminya. Sebagai calon suaminya, saya harus melindungi dan membantunya. Tahtanya telah direbut oleh Purbararang. Sebagai tunangan Purbararang, Anda harus berada di pihaknya, Indrajaya. Oleh karena itu, marilah kita berperang tanding.”

Indrajaya bukannya siap berperang tanding, tetapi malah berlutut dan menyembah kepada Guruminda, mohon ampun dan dikasihani. Purbararang menangis dan minta maaf kepada Purbasari. Sementara itu para bangsawan dan prajurit serta rakyat justru bergembira. Mereka akan bebas dari ketakutan dan tekanan para pendukung Purbararang.

Pada hari itu juga Ratu purbasari kembali ke Kerajaan didampingi oleh suaminya, Guruminda. Purbararang dan Indrajaya dihukum dan dipekerjakan sebagai tukang sapu di taman istana. Rakyat merasa lega. Mereka kembali bekerja dengan rajin seperti di jaman pemerintahan Prabu Tapa Agung. Berkat bantuan Guruminda, Purbasari memerintah dengan cakap dan sangat bijaksana. Rakyat Kerajaan Pasir Batang merasa terlindungi, suasana aman dan tentram sehingga mereka bisa bekerja dengan tenang pada akhirnya kemakmuran dapat mereka peroleh secara nyata dan merata. -tamat-